Categories
Renungan

Elia di Gunung Karmel


Lalu Elia mendekati seluruh rakyat itu dan berkata: “Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan bercabang hati? Kalau TUHAN itu Allah, ikutilah Dia, dan kalau Baal, ikutilah dia.”
Tetapi rakyat itu tidak menjawabnya sepatah katapun.

1 Raja-raja 18: 20-40


Membaca kisah Elia melawan nabi-nabi Baal di gunung Karmel, kita tertegun bagaimana Tuhan menjawab doa Elia memohon api turun membakar korban yang ia persiapkan. Barangkali banyak dari kita yang bertanya-tanya, mengapa Tuhan tidak menjawab doa-doa kita seperti Ia menjawab doa Elia? Ada beberapa poin yang menjadi refleksi kita dari bacaan tersebut:

  1. Doa Elia bersumber dari kehendak Allah. Ketika Elia mendatangi Ahab dan para nabi Baal, itu bukan karena ia merasa jago, apalagi menantang tanpa dasar. Ahab sebagai raja telah berbuat dosa besar menyembah Baal, dan membawa rakyat Israel mengikuti dia dan Izebel isterinya. Oleh karena itu Tuhan mengutus Elia kepada Ahab, dan menyuruhnya untuk menyampaikan bahwa Ia akan menggenapi Firman-Nya. Oleh karena itu, ketika kita berdoa, pertanyaan pertama adalah apakah doa kita selaras dengan hati Tuhan?
  2. Doa Elia bersumber dari hati yang percaya sepenuhnya kepada rencana Tuhan. Berbeda dengan rakyat banyak, ketika ditanyakan kepada siapa iman mereka, maka rakyat Israel “tidak menjawabnya sepatah katapun”. Hati mereka bercabang, karena di satu sisi mereka tahu tentang Tuhan, Allah Israel. Tetapi di sisi lain, mereka sudah tergoda dan terlalu menikmati Baal dan segala kebiasaan sesat di dalamnya. Mereka tidak rela melepaskan semua kenikmatan duniawi yang ditawarkan itu. Hati yang bercabang bagi manusia jaman modern barangkali datang dari segala kenyamanan, kenikmatan, kebebasan yang dunia tawarkan. Namun Elia mengajarkan kita bahwa sepatutnyalah kita mengandalkan Tuhan, dan percaya pada rancangan-Nya.
  3. Elia terhimpit, namun ia tidak menjadi kecil hati. Bayangkan seorang nabi Tuhan melawan 450 nabi Baal, perbandingan yang sangat tidak seimbang! Daging kurban basah, dibandingkan dengan yang kering. The odd is not in Elijah’s favor. Tetapi ia tidak menjadi kecil hati, bahkan ia berani menantang dan mengejek nabi-nabi yang jumlahnya besar tersebut. Karena ia yakin, Tuhan akan beri yang terbaik! Mungkin yang terbaik itu tidak sama dengan apa yang kita pinta, tetapi percayalah Tuhan akan beri yang terbaik.
  4. Tujuan doa Elia adalah agar umat mengenal siapa Tuhan, dan hati mereka diubahkan oleh-Nya (ay. 37). Betapa sering doa kita tertuju untuk kebesaran nama baik kita, menunjukkan kehebatan pendoanya. Doa Elia adalah supaya mata umat Israel sadar dan menyadari siapa Tuhan mereka yang sejati, dan mau bertobat kembali.

Kiranya kita semakin mampu berdoa seperti Elia: selaras dengan isi hati Tuhan, dari hati yang lurus dan percaya penuh kepadanya walau terhimpit sekalipun, dan membuat kita semakin diubahkan untuk mengenal Dia lebih dalam. Amin.