Categories
Renungan

Renungan Warta – 20 Oktober 2019

Jangan Lupa Bersyukur!

Lukas 17: 11-19

Dalam perjalanan menuju Yerusalem, Tuhan Yesus menempuh rute melintasi perbatasan Samaria dan Galilea. Kedua kota ini merupakan kota yang dianggap “terbuang”. Samaria dianggap buangan karena orang Samaria secara religious dipandang rendah oleh orang Israel. Dan Galilea dipandang rendah karena posisi mereka secara ekonomi yang lemah dibandingkan kota-kota lainnya.

Menariknya, di antara kedua kota yang dipandang “terbuang” ini Tuhan Yesus berjumpa dengan sekumpulan orang yang lebih “terbuang” lagi! Sepuluh orang kusta, yang umumnya dikucilkan dari pergaulan masyarakat sehingga mereka membentuk kumpulan dengan sesama orang kusta lainnya. Mereka berkumpul di perbatasan (pinggiran) dua kota tersebut, karena peraturan agama mengharuskan mereka memisahkan diri dari masyarakat (Imamat 13: 45-46).

Ketika mereka melihat Tuhan Yesus, mereka berteriak memohon pertolongan-Nya. Dan Tuhan Yesus memandang mereka serta memerintahkan mereka untuk pergi memperlihatkan diri kepada imam. Orang yang menderita kusta, harus diperiksa oleh imam, dan jika imam tidak menemukan lagi tanda-tanda bekas kusta maka ia akan dinyatakan tahir (bersih) sehingga dapat bergaul kembali di tengah masyarakat.

Mereka pun pergi melakukan yang Tuhan perintahkan. Namun di tengah jalan, ada satu orang yang menyadari kesembuhannya. Sepuluh orang itu disembuhkan, namun ada satu yang datang kembali untuk bersyukur kepada Yesus. Sepuluh orang itu melakukan perintah agama, menghadap kepada imam, tetapi hanya satu yang terpanggil hatinya untuk mengucap syukur kepada Tuhan.

Spurgeon memberi komentar terhadap perikop ini:
All ten were willing to do a religious ceremony; that is go to the priest. Only one was filled with true praise and thanksgiving. “External religious exercises are easy enough, and common enough; but the internal matter, the drawing out of the heart in thankful love, how scarce a thing it is! Nine obey ritual where only one praises the Lord.”

Bagaimana dengan hidup kita yang telah merasakan jamahan kuasa kasih Tuhan? Kiranya respon ungkapan syukur kita kepada Allah bukan hanya kita lakukan melalui ritual agama, namun juga dari hati yang dipenuhi dengan syukur kepada-Nya.