Categories
Renungan

Menjadi Pendoa Syafaat


Abraham menyahut: “Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada Tuhan, walaupun aku debu dan abu.

(Kejadian 18:27)


Setiap kali kita menyapa “selamat pagi” atau “have a good day”, sebenarnya kita sedang mendoakan kebaikan bagi orang tersebut. Lewat ungkapan-ungkapan sederhana, kita menunjukkan bahwa pada dasarnya ada kepedulian akan kesejahteraan hidup orang di sekitar kita, yang kita ungkapkan melalui kata-kata baik. Dalam bentuk yang lebih utuh, kata-kata itu dapat menjadi sebuah rangkaian doa, yang kita panjatkan untuk orang tersebut. Inilah yang kita kenal dengan istilah ‘doa syafaat’.

Seperti ketika Abraham berdoa untuk keadaan Sodom dan Gomora, pada saat itu ia menjadi seorang perantara, yang berdiri menengahi antara Tuhan dengan orang yang dia doakan. Itulah seorang pendoa syafaat. Ia menaruh hati atas keadaan yang dialami oleh orang tersebut, dan membawanya dalam doa. Ia tidak berdoa karena ada permohonan yang masuk, melainkan dengan inisiatif yang muncul dari kepekaan dan empati terhadap pergumulan hidup orang lain. Melalui doanya, ia memberikan sebuah spiritual support, yang seringkali bahkan tidak disadari oleh orang-orang yang menerimanya. Sama seperti kita juga mungkin tidak sadar betapa banyak orang-tua kita berdoa untuk diri kita, atau pasangan kita mendoakan kita setiap harinya.

Melalui doa, kita yang terbatas ini, terhubung dengan ketiada-terbatasan kuasa Tuhan. Barangkali kita tidak bisa memberikan nasehat bisnis yang hebat, atau tidak dalam posisi untuk membantu secara finansial, atau tidak sanggup untuk menyembuhkan sakit penyakit orang. Tetapi ini yang kita ketahui, bahwa setiap kita mampu untuk menjadi seorang pendoa syafaat bagi seseorang dalam pergumulan kehidupan mereka. Mari kita bawa seseorang selain diri kita sendiri, dalam doa pribadi kita setiap harinya. Tuhan memberkati. Amin.